Ancaman Gempa Dan Tsunami Besar, Masyarakat Banten Diduga Belum Standbye - Berita Harian

Breaking

Minggu, 18 Agustus 2019

Ancaman Gempa Dan Tsunami Besar, Masyarakat Banten Diduga Belum Standbye



Meski potensi besar tsunami dan gempa mengancam wilayah Provinsi Banten, masyarakat setempat dianggap tidak menguasai strategi menghindarinya, bahkan cenderung menyerah pada nasib, kata Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).Yang Dilangsir Oleh Berita Judi Uang Asli 
"Tsunami, tsunami!" teriak seorang seorang sukarelawan bencana di Desa Labuan, Pandeglang, Banten, yang diikuti suara sirine.


Mendengar komando itu, warga yang kebanyakan merupakan ibu rumah tangga, berlari dari Kantor Kepala Desa Labuan menuju ke shelter tsunami, yang jaraknya sekitar 300 meter.
Para lansia dan perempuan yang membawa anak berjalan tergopoh-gopoh menaiki puluhan anak tangga gedung itu.
Seorang warga, Dede Mulyana, mengaku cukup sulit baginya untuk menaiki shelter sambil menggendong anak.

Namun, ia mengatakan simulasi tsunami yang diadakan BNPB itu bermanfaat karena dia bisa berlatih bagaimana caranya menyelamatkan diri sambil membawa anak.
Pada awal bulan Agustus lalu, saat gempa bermagnitudo 6,9 terjadi di wilayah itu, Dede mengaku sangat panik dan tidak berpikir sama sekali untuk berlindung dalam shelter itu.
"Gimana ya liatin orang... pada gini (berlari panik). Jadi pikiran sudah kemana-mana. Sekarang sudah tahu harus ke sini (shelter)," ujarnya.
Shelter tsunami, yang mulai dibangun tahun 2014, terbengkalai karena kasus korupsi dalam proses pembangunannya.
Tembok gedung kotor karena aksi vandalisme dan saat malam, gedung ini gelap gulita karena tidak dialiri listrik.
Dede berharap, kedepannya gedung itu dapat diterangi listrik juga dilengkapi dengan fasilitas air bersih agar dapat menjadi bangunan yang diandalkan warga.
Pandeglang adalah salah satu daerah di Banten yang rentan terkena gempa tektonik dan tsunami, yang bisa dipicu oleh gempa atau aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Pada akhir tahun 2018, sekitar 400 warga tewas akibat tsunami yang disebabkan longsor bawah laut di sisi barat daya gunung api Anak Krakatau.
Untuk mempersiapkan warga menghadapi ancaman bencana gempa bumi dan tsunami, BNPB melakukan kegiatan Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) di 512 desa rawan bencana, mulai dari Banyuwangi hingga Serang selama sebulan terakhir.
Tinggal di bibir pantai
Meski upaya untuk menyiapkan warga menghadapi bencana sudah dilakukan, masalah tata ruang masih mengancam keselamatan warga.
Di Labuan, misalnya, sejumlah warga masih tinggal dan beraktivitas di area dekat bibir pantai.
Berdasarkan regulasi yang ada, batas aman jarak pemukiman dengan bibir pantai adalah 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.
Namun, seorang warga, Rofiah, berkukuh membangun kiosnya sekitar lima meter dari bibir Pantai Galau, meski pada tahun lalu, kios lamanyanya, yang letaknya hampir sejajar dengan kiosnya yang baru, hancur lebur digulung gelombang.
Rofiah, yang bermukim tak jauh dari tempat dia berjualan, mengaku khawatir jika tsunami kembali menghantam daerah yang masuk ke zona merah tsunami itu.
Namun, Rofiah mengatakan tidak tahu harus pindah ke mana dan berharap pemerintah bisa membantu mereka pindah ke tempat yang lebih aman.
"Kita nomor satu pasrah sama nasib dan ikhtiar... Enggak bisa mundur ke (tanah) belakang karena sudah tanah masing-masing," ujarnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar