Siapa yang pernah kirim foto seksi ke pasangan untuk sedikit bersenang-senang? Pasti ada di antara kita yang pernah melakukannya. Namun, pada satu kondisi tertentu, banyak yang memanfaatkan itu untuk mengancam dan melukai seseorang, termasuk keluarganya.Yang Dikutip Oleh Judi Uang Asli
Seperti apa yang dilakukan oleh Jibril Abdul Aziz, seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di Yogyakarta yang menyebarkan dokumentasi foto dan video seksi mantan pacarnya.
Silahkan Klik Pada Gambar
Sebelumnya, beberapa orang di media sosial sangat memuji pemikiran JAA yang notabene aktivis kampus. Bahkan, ia pernah tampil sebagai penanggap di sebuah acara TV. Namun, JAA yang dianggap pintar nan lugu itu ternyata seorang pelaku kekerasan seksual.
Aksi penyebaran konten seksi dengan motif balas dendam ini disebut revenge porn. JAA menyebarkan foto dan video mantan pacarnya karena tidak terima dan sakit hati lantaran orangtua mantan pacar tidak merestui hubungan mereka.
Aksi revenge porn yang mengorbankan perempuan ini bukan cuma satu-dua kasus, melainkan marak terjadi. Tak hanya di Indonesia, tapi juga di negara lain. Tentunya, para lelaki misoginis ini tidak janjian untuk melakukannya secara serentak. Namun, dunia patriarkis yang menempatkan perempuan sebagai objek telah memberi ruang kepada mereka untuk mudah menyerang perempuan.
Silahkan Klik Pada Gambar
Hal ini sering diperberat dengan adanya unsur pemerasan oleh si penyebar, yang tak jarang menuntut sejumlah uang agar foto atau video tersebut tidak disebar ke publik. Tindakan seperti itu jelas sebuah upaya untuk mengontrol tubuh perempuan.
Ya, pasti ada orang yang berpikir, “Buat apa kirim foto telanjang ke pasangan? Salah sendiri.” Itu adalah pikiran yang menyalahkan korban serta cerminan orang yang misoginis. Kenapa misoginis?
Coba pikir dulu deh, bukankah rasa kepercayaan dan kasih sayang yang mendorong orang ingin membagikan dan sedikit bermain dengan foto-foto maupun video agar kehidupan seks semakin asyik?
Silahkan Klik Pada Gambar
Jadi, kenapa menyalahkan perempuan yang selama ini bahkan dituntut untuk menjadi makhluk yang lembut dan penuh kasih? Kenapa mengeksploitasi keluguan dan kasih seseorang perempuan untuk melancarkan aksi balas dendam?
Kalau masalahnya sakit hati, cara yang bijak adalah mencari ketenangan atau minta pertolongan psikolog serta dukungan dari teman-teman. Ya, memang banyak orang tidak terima ketika merasa sakit hati. Tapi, tetap saja, balas dendam bukan jawaban. Apa untungnya balas dendam? Apa iya, bisa nyambung lagi dengan mantan? Apa iya, orangtuanya jadi setuju?
Sesungguhnya, orang-orang yang seperti itu memang tidak layak jadi pasangan. Sedangkan mantannya pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik ketimbang lelaki yang tidak membebaskan dia untuk berotonomi penuh atas tubuhnya.
Revenge porn yang dilakukan oleh lelaki berupaya untuk menunjukkan kekuasaan dan pengendalian atas tubuh perempuan. Ia berupaya mengendalikan dan mengatur siapa yang berhak melihat tubuh perempuan, terutama yang bersifat privat.
Segala bentuk perampasan hak tubuh dan pelanggaran privasi itu adalah bentuk kontrol atas tubuh perempuan. Ini merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender, karena tubuh dinilai sebagai objek kepemilikan seseorang yang dapat diatur sesuai keinginannya.
Bahwa kekerasan tidak melulu berupa fisik. Jika suatu tindakan seseorang sudah merugikan orang lain secara psikis, mental, dan melanggar otonomi tubuh, maka itu termasuk kekerasan. Tindakan balas dendam karena merasa tidak bisa memiliki seorang perempuan adalah kontrol atas tubuh seseorang. Ini juga cermin dari ‘kejantanan’ yang rapuh dan tidak sehat.
Jiwa dan raga perempuan tidak akan bisa dimiliki oleh orang lain selain dirinya. Semakin berupaya untuk memiliki seseorang, bahkan hingga melakukan sesuatu yang menyakitkan, maka ia sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Ketahuilah, cinta bukan kepemilikan jiwa dan raga. Kamu bisa mencintai dan hidup bersama pasanganmu, tapi kamu tidak berhak mengontrol sesuatu yang menjadi otonomi pasanganmu.
Kalau ada lelaki yang suka menunjukkan kekuasaan atas tubuh perempuan, lalu mengancam perempuan akan menyebarkan foto seksinya yang disertai pemerasan dan manipulasi, jangan harap bakal ada kata “maaf” atau “damai”.
Pelaku revenge porn kerap berasumsi “kalau aku tidak bisa memilikinya, maka tidak boleh ada yang memilikinya”. Dengan asumsi tersebut, pelaku melancarkan aksinya untuk merusak citra perempuan agar tidak ada lelaki yang mau lagi.
Pemikiran serupa juga dilakukan oleh orang yang melancarkan aksi pelemparan air keras atau kekerasan fisik seperti tonjokan yang dituju ke wajah perempuan. Aksi ini dilakukan agar perempuan menjadi malu atas wajahnya, sehingga tidak ada yang mau dengan dirinya. Sebab wajah, bagi banyak orang, dinilai sebagai daya tarik utama.
Pemikiran serupa menempatkan perempuan sebagai objek dan lelaki sebagai pemilik utamanya. Tubuh perempuan dipandang sebagai daya tarik utama layaknya barang yang mengkilap dan menarik mata calon pembeli dan pemiliknya.
Selama kita masih memelihara pemikiran bahwa tubuh perempuan adalah objek kepemilikan, maka akan semakin banyak kekerasan yang dilakukan atas dasar kontrol atas tubuh perempuan.
Tentunya, sebelum kamu ingin mendapatkan kembali mantanmu, pikirkan kebahagiaan dan keselamatannya, bukan hanya ego semata yang ingin menguasai jiwa dan raganya.
Ingat, cinta dibangun atas fondasi kepercayaan, bukan kepemilikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar